Wednesday 18 January 2017

Ih keren ya, tapi aku gak ngerti ( ‾▿‾)



“Eh, kalo demam itu, apa tindakan utama yang harus kita lakukan?”
Atau,
“Rekom-in donk vitamin apa yg paling bagus untuk dikonsumsi?”

   Setelah berkutat empat tahun menamatkan sarjana keperawatan dan dilanjutkan dengan setahun kuliah profesi, ternyata tidak ada mata kuliah yang mempelajari tentang jawaban sederhana untuk dua pertanyaan sederhana di atas ( ‾▿‾)-σ•

   Hal yg kupelajari ternyata lebih rumit dan njelimet dari segi bahasanya, dan memaksa otak sedikit keras untuk menerjemahkannya ke bahasa sehari-hari agar lebih mudah dipahami, sampai pernah aku berpikir, kenapa dalam dunia medis perlu mengistilahkan beberapa bahasa medis yg njelimet kalo akhirnya kita harus bisa menafsirkannya dalam bahasa awam? Toh masyarakat sebagai pengguna jasa medis juga gak paham2 amat dgn bahasa medis, jd kenapa harus dipersulit? ƪ(―˛―“)ʃ

   Contoh, musculus sternokleidomastoideus, kenapa gak disebut otot leher aja, kan gampang? Atau ostium zygomaticum, sebut aja tulang pipi, mudah kan?

   Belum lagi kalo di ruang operasi yg mengharuskan tenaga kesehatan menghapal sekian banyak alat kesehatan yg lebih njelimet menurutku, “tolong bistoury-nya dipasangkan ke scalpel handel”, atau bahasa sehari-hari di ruang rawat inap, “Eh, pasangkan boven laken nya”.
(―˛―“) 

   Awalnya ini semua jadi cobaan buatku, setelah aku memahami beberapa dari bahasa planet ini kupikir akan selesailah cobaan ini dan aku akan menjadi bagian dari kumpulan keren itu. Ternyata tidak! Menerjemahkannya ke bahasa yg mudah dimengerti oleh pasien itu justru menuntut otak bekerja ekstra sampai harus membuka cakra, eh? Haha..

   Tapi berangkat dari sini membuat aku paham, bahwa dalam bertutur kata itu lebih baik menggunakan bahasa yg sederhana asal orang lain paham daripada menggunakan bahasa yg biar terlihat keren tapi tujuan komunikasinya gak kesampaian, alias si pendengar gak ngerti dgn apa yg ingin kita sampaikan ヽ( ・∀・)
   
   Dulu, waktu masih awal kuliah, aku dan abangku pernah nganterin kakakku ke instalasi gawat darurat di salah satu rumah sakit swasta, dengan paniknya abangku bertanya, “sakitnya apa dok? Adek saya dari tadi kesakitan terus di perut kiri sampe pinggangnya”,

   Dengan santai ibu dokter menjawab, “Oh, ini kolik”. Lalu dia pergi ke mejanya untuk menuliskan resep.
   Lalu tinggallah aku dan abangku yg bengong dan bertanya-tanya, “kolik?”, dan jangan tanya lagi bagaimana ekspresi kakakku saat mendengar kata “kolik”, sepertinya sesuatu yg keren dan parah. What? Σ( ° △ °|||)?

    Atau mungkin dunia medis ini memang harus beda dan tampak keren? Hmm..
Well, dalam penyampaian informasi atau edukasi ke pasien/masyarakat gunakanlah bahasa indonesia dengan baik dan benar. Tidak perlu keliatan keren dgn istilah-istilah medis itu, sampaikanlah sesuatu yg mudah dipahami oleh orang lain, bukankah itu tujuan dasar dari perawatan dan pengobatan?

   Dan fyi, ternyata asal usul bahasa keren ini ada sejarahnya loh, dan juga bermanfaat bagi sebagian tenaga medis, mungkin hal ini akan kucoba kupas di lain tulisan dengan clue: Grey Area – ini juga menjadi bahasan menarik bagi antropolog yg fokus di bidang kesehatan.

.
.

Oke, merujuk ke pertanyaan awal tadi:
“Eh, kalo demam itu, apa tindakan utama yang harus kita lakukan?”

Aku akan menjawab singkat dengan “ Kompres”.

"Kompresnya dimana? Berapa lama? Kenapa harus dikompres?",

"Jawabannya ada di artikel lain di blog ini -->  Panas, tapi kok menggigil ya?"

"Kenapa bisa terjadi demam?", well for this question aku gak akan menjawab karena adanya senyawa pirogen pada kuman yg mengaktifkan bagian hipotalamus otak bla bla bla...
Terlalu keren.

    Aku akan menjawab singkat dengan, "Ya karena infeksi kuman".
Selesai ƪ(˘⌣˘)ʃ 
   Mungkin beberapa akan berkomentar. "ih, percuma uda kuliah kesehatan tapi jawabannya cuma singkat gitu doank".

   Dan mungkin dulu aku akan memikirkan apa yg mereka pikirkan, but now i will not, it's wasting time, karena jawaban yg mereka perlu adalah kenapa hal tsb bisa terjadi dan yg terpenting adalah bagaimana cara untuk menanggulanginya serta edukasi tepat apa yg perlu diberikan agar ke depan tidak terjadi lagi. Enough.
Karena living with others opinion is same like die (♥θ♥)

Oke, next!, “Rekom-in donk vitamin apa yg paling bagus untuk dikonsumsi?”.

   Nah, untuk ini udah lain dari bahasan yah, mungkin akan kucoba ulas di artikel yg lain, yg jelas kalo dari aku pribadi sih gak akan mau ngerekom untuk konsumsi vitamin ataupun suplemen.

Dan berbagai pertanyaan-pertanyaan sederhana lainnya yg aku dapati dari keluarga, teman dan pasien...

.
.


"Dek, sakit jantung kenapa gak boleh makan apel ya?", nah loh, ini nyambungnya dari mana? (¯―¯٥)

"Iya, ibu gak mau lagi makan semangka, gak bagus buat lambung loh", hehe..ibu belum akrab sama yg namanya kandungan lycopene dalam semangka deh kayaknya •”̮•

"Aku ini insomnia loh, padahal baru umur 22 tahun", what? udah ngalah2in irama sirkadian tubuhnya lansia ini kayaknya.

"Tanganku kalo di udara dingin suka gatel-gatel lho, apa bentar lagi mau dapat duit ya?", ini ngalahin teori histamine tubuh nih, saya juga mau donk ke tempat yg beriklim sejuk (•‾ε‾•)

haha.. dan berbagai deretan barisan pertanyaan sakit hati lainnya - sakit hati adek ngejawabnya bang..

\(´▽`)/ \(´▽`)/ \(´▽`)/

remark:
“tolong bistoury-nya dipasangkan ke scalpel handel” -->  Pasangkan pisau operasinya.

“Eh, pasangkan boven laken nya” --> pasang alas sprei nya.
\(˘▽˘)/

No comments:

Post a Comment