Dia berjalan lagi, membuang isi
kepalanya dari mau. Langkahnya berat, dipaksa dari sesuatu yang masih gebu.
“Pilihanku ini, dan harus ini”,
ia berucap lirih. Entah sejak kapan Jaa pandai memaksa hati.
Lukisan senja di langit siap
digulung di kaki barat. Sebelum terlambat, ia putuskan semuanya saat ini, ia pun pergi tanpa menoleh lagi.
Doo terisak dalam diam, tangisnya
dikulum di pelupuk matanya yang ia biarkan kering. Angin-angin dingin di pantai
sore memainkan anak rambut, menggulung tiap helainya dengan hati-hati.
Meniupkan hal-hal yang harus dilepas. Perasaan, rindu, suka, semua
ditanggalkannya di sore itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment