Wednesday 28 February 2018

Sukin kepada Nurma




Aku ingin Sukin

Sudah satu dekade Nurma mencintainya, bahkan terbilang satu abad pun ia sanggup! Hmm.. sungguh bebal cintanya pada Sukin. Apakah itu mencinta atau memaksa? Ntahlah, Nurma tak tau, yang ia mau nyaman yang ia temu itu nyata jika ia berada di sekitar Sukin.


"Kau hendak merantau ke tanah Sumatera?", kira-kira itulah pertanyaan enam tahun yang lalu yang pernah diutarakan oleh Nurma.

"Bergiatlah Sukin, aku akan setia, disini", dan begitulah kalimat penutup manis dari Nurma yang berujung pada hubungan mereka yang juga tutup usia di tahun ke delapan.

Ternyata Sukin yang tak mampu menampung cintaan Nurma yang (mungkin) terlalu besar dan hal itu membuat jiwa "pemain" Sukin melawan. Ntahlah perkara dikekang, ntahlah perkara ketaatan di keluarganya, atau ntahlah memang perkara Sukin yang selalu ingin mendua, itu lahiriah baginya.

Kasian Nurma, sekarang umurnya sudah kepala tiga, ia masih saja bergelayut dengan angan. Doa terus dipanjat, Tuhan sudah menjawab, namun Nurma ingin Sukin, maka benarlah jika dikatakan itu memaksa, bukan mencinta. Dan baginya menunggu Sukin seperti menanti senja, selalu saja sama indahnya.


(―˛―“) ~(‘▽’~) (~’▽’)~ (~‾ ▽‾)~ ‎(⌣_ ⌣!!) (˘⌣˘)ε˘`) (˘ з ˘) (¬_ ¬) (¬_¬”) (¯―¯٥) ( ‾_‾ ) (―˛―“) (‾(••)‾) (° △ °|||)?


Aku (belum) ingin Nurma

Sudah satu dekade Sukin bersama Nurma, baginya ini dihantui, bukan dicintai. Mau sampai kapan? Satu abad lagi? Hiiyy....!
Lah, kurang apa Nurma baginya? Segala kelebihan ada padanya, tapi ntah mengapa dicintai apa adanya tidak cukup memacu adrenalin percintaan Sukin. Apakah itu mencinta atau menerima? Ntahlah, Sukin tak tau, yang jelas ia tak mau menerima itu dikarenakan sayang dan kasian, atau lebih tepatnya pada alasan yang kedua. Tapi daripada tidak ada, biarlah ia merasa nyaman berada di sekitar Sukin.

"Aku hendak merantau ke tanah Sumatera", kira-kira itulah pernyataan enam tahun yang lalu yang pernah diutarakan oleh Sukin.

"Iya, aku akan bergiat hingga nanti aku bisa memenuhi janjiku untuk menikahimu, aku hanya ingin itu yang menjadi tujuanku", dan begitulah kalimat penutup manis dari Sukin yang berujung harapan besar yang ditanam Nurma padanya, hingga pada akhirnya hubungan mereka menutup usia di tahun ke delapan, namun Nurma masih menginginkan Sukin, jauh di hatinya.

Ternyata Sukin yang tak mampu menampung cintaan Nurma yang (mungkin) terlalu besar dan hal itu membuat jiwa "pemain" Sukin melawan. Ntahlah perkara dikekang, ntahlah perkara ketaatan di keluarganya, atau ntahlah memang perkara Sukin yang selalu ingin mendua, itu lahiriah baginya.

Tapi dicintai apa adanya, dan diiyakan semua maunya, dan menampakkan cinta begitu besarnya ternyata membuat Sukin jengah dan merasa seperti hidup dengan patung, tak ada pergejolakan disana.

Sekarang Sukin umurnya sudah kepala tiga, ia masih saja membiarkan Nurma bergelayut dengan angan. Perihal janji enam tahun lalu yang masih tersemat pada Nurma.

"Ah, andai ia tau, bahwa aku sudah lama melupakannya, tentu ia tak lagi mau mendamba dan memujaku", batin Sukin di sore itu.
Doa terus dipanjat, Tuhan sudah menjawab, namun Nurma ingin Sukin, maka benarlah jika dikatakan itu memaksa, bukan mencinta. Namun bagi Sukin dinanti oleh Nurma seperti melihat senja, indah memang, namun cepat sekali berlalunya, Sukin butuh dua atau tiga.

No comments:

Post a Comment