Tuesday 22 May 2018

Doa yang Zalim



Aku benci sekali dengannya. Hari itu hatiku begitu panas. kata orang, doa orang yg dizalimi cepat terkabul. Karena merasa dizalimi, lalu aku pun berdoa "Aku ingin dia mati saja". Terkadang sikap kakak tertuaku itu lebih sering menjengkelkan perkara egonya yang tinggi.

Malam sudah larut. Lampu rumah sudah dimatikan. Kudengar tak ada lagi suara cekikikan adik-adikku di kamar sebelah. Sayup-sayup mataku pun tertutup. Sebentar lagi sahur, pikirku.

"Gubrak!", terdengar olehku suara berisik. Sahur kah? cepat sekali. Ah tak mungkin.
Kutarik lagi selimutku.

"Aaaaarrrghh!!", kali ini kudengar suara pekikan panjang dari kamar kakakku.

Aku segera beranjak dari kasur dan berlari ke pintu kamar. Aku mengintip sedikit dari lubang di dekat engsel pintu. Tampak olehku sesosok lelaki besar. Ia tengah menyeret-nyeret kakakku dengan menjambak rambutnya. Kasar sekali.

"Perampok!", pikirku.

Tampaknya ia sedikit kewalahan menghadapi kakakku yang terus meronta. 
Tanpa pikir panjang, dengan memanfaatkan suara-suara pekikan kakak yg berisik, lantas aku menarik kasur kedua di bawah kasur utama. Aku berharap suara gesekan antara kaki tempat tidur dan lantai tidak begitu terdengar dikarenakan teredam oleh suara teriakan kakakku. Lalu aku menggulingkan badanku di bawah tempat tidur dan menepi di ujung dinding lalu menarik kembali kasur bawah tersebut untuk menghimpit tubuhku.

Brak!!,
Suara pintu kamarku ditendang paksa. Tampak bayang lelaki itu besar dan mengenggam pisau. Sepertinya ia kewalahan mencari penghuni kamar ini. Ia membongkar semua isi lemari dan membungkuk sejenak ke bawah kasur. Untung tubuh kecilku bisa nyaman terhimpit di dinding oleh kasur kedua yang tadi telah kuseret paksa untuk menghimpit tubuhku.

Entah apa yang dicari perampok itu. Uang? Atau aku??
Tampaknya ia kesal karena tak menemukan apa yang dia mau. Lantas ia menyepakkan sesuatu yang menggelinding. Tampak seperti bulatan yang berambut. Menggelinding lalu terhantam ke dinding.
Kepala.
Matanya nanar, mengarah kepadaku. Itu mata pada kepala kakakku yang sudah dipenggal lelaki beringas itu.
Sayup aku dengar derap langkah lelaki itu menjauh.
Entah berapa jeritan susulan lagi yang kudengar dari kamar adik-adikku.
Kuakui jemariku bergetar hebat.
Ditambah mata kakak di kepala itu yang nanar menatapku.
Seakan ia ingin menyampaikan sesuatu.

"Doa terzalimi-mu terkabul", itu mungkin pikirku.

No comments:

Post a Comment