Tuesday 1 May 2018

Jaa & Doo: The tenth pieces (Bonus)



Lalu Jaa datang kembali pada kali kedua, oh bukan, kali ketiga tepatnya.
Tampak cincin putih yang melingkari jari manisnya yang legam. Begitu kontras.
Ia bertanya tanpa dosa, "Bisakah kita bersama lagi? Kali ini aku ingin kau jadi yang kedua. Boleh jadi yang kedua, tapi aku janji, kau tak pernah jadi yang kedua dalam hidupku, selalu pertama. Itu posisi yang tepat bagimu di hatiku. Selalu."

Doo terperangah, sebab Jaa menanyakannya tanpa dosa. Ini gila. Jaa telah menikahi wanita yang tak pernah diinginkannya. Dan oleh karena itu ia punya alasan halal untuk menyiksa wanita itu. Kasihan.

Doo tidak lantas menjawab, diam mungkin adalah cara yang tepat. Diam karena jawaban "aku tak mau" tak begitu menggebu untuk diungkap.

"Hhmm.. aku ingin menikah hanya sekali. Satu bulan lagi. Aku ingin menjalani hari setelah itu dengan bahagia, karena menikah memang hanya sekali."

"Ayolah, kita diperbolehkan menikah hingga 4 kali! Yang benar saja.", Jaa tertawa, tak renyah.

"Mungkin itu bagimu. Bagiku tidak.", Doo merasa sedikit muak.

"Kudoakan kehidupan yang tak bahagia bagimu. Lantas kau siap untuk kembali denganku kan? Dengar, apapun yang terjadi padamu, kau akan selalu punya aku. Jalanmu pulang."

Doo ingin menangis seperti dulu. Ketika angin pantai yang memainkan rambutnya bertiup semilir, senja yang sempurna di sore itu menanggalkan semua mimpi, rindu, dan cinta di hatinya. Lalu Jaa pergi tak melihat lagi.

Namun kali ini Doo yang berlalu. Dimatikannya segera sambungan telepon di seberang sana. Segera. Sebelum ia gila.



***



Bolehkah mega yang megah tumpah membasah?
Sedari senja yang tertidur, biasnya lupa pada arah.
Bolehkan ia marah?
Lalu kaki langit meluas seluas jarak kita, hidup di dunia yang bukan lagi kita, pun senja harusnya masi sama, namun kulihat ada beda.
Rindu itu sedikit lagi saja, bukan dia.

No comments:

Post a Comment